ivaa-online.org

F Widayanto

F. Widayanto lahir di Jakarta pada 23 Januari 1953. Ia masuk Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB pada tahun 1981. Di sinilah Widayanto muda belajar keramik dari dua guru tersohor, Eddie Kartasubarna dalam hal seluk beluk keramik dan Rita Widagdo yang memperkenalkan prinsip estetika seni modern2. Sebagai seorang keramikus di era yang serba ‘kontemporer’ ini, Widayanto memilih untuk berjalan di jalur tradisional, dengan elemen – elemen dekoratif yang hampir pasti selalu menyertai setiap karyanya, baik karya ekspresi maupun fungsional.

Kecenderungan untuk menuju ke arah ini sebetulnya sudah terlihat semenjak ia kuliah di ITB. Meskipun memiliki guru – guru yang memiliki kecenderungan modernis, ia malah memilih untuk menjauh. Ia kemudian hanya mengambil prinsip – prinsip dasar estetika modern, untuk kemudian dieksplorasi dalam karya – karya keramiknya. Ketertarikan kepada unsur tradisional serta tema – tema yang dekoratif itu muncul karena dalam pandangannya, hal itu merupakan kekayaan bangsa yang harus dilestarikan. Sampai sekarang, F. Widayanto masih setia dengan tema-tema dekoratif dan tradisi yang diusungnya.

Dalam beberapa pameran tunggal yang pernah diselenggarakan, Widayanto acap kali mengangkat tradisi – tradisi Jawa. Baginya kedekatan dengan budaya tradisional merupakan sebuah hal yang bisa dieksplorasi oelh para keramikus Indonesia. Pameran Loro Blonyo serta Ukelan misalnya, menampilkan budaya – budaya Jawa yang kemudian diberi sentuhan kekinian, sehingga tidak jarang menjadi sebuah ikon baru yang unik dan inovatif. Dalam beberapa pameran terakhirnya, Widayanto juga mengekspos budaya Hindu – Buddha yang telah lama berakar dalam kebudayaan masyarakat Jawa. Kesetiaannya pada tradisi seperti merupakan sebuah perlawanan dari kecenderungan seni kontemporer yang semakin bergerak bebas tak tentu arah.

Untuk seniman keramik, skill dan pengetahuan teknis merupakan komponen penting dan utama. Dalam konteks ini, karya – karya Widayanto jelas memiliki aspek teknis yang sangat tinggi. Kemampuan artistiknya dalam mengolah figure dari lempung dan penerapan glasir, menjadikannya sebagai seniman yang mampu menggabungkan antara ekspresi budaya Jawa dengan semangat modern yang menyentil3. Baginya, tanah sama seperti kanvas, perunggu, perak atau emas. Seorang pelukis akan sangat menghargai kanvas sebagai wadah berekspresi. Ia juga memaknai tanah sebagai wahana yang bisa diajak berdialog, berekspresi dan mengaktualisasikan diri. Itulah sebabnya barangkali, Ia tidak pernah ambil pusing dengan segala macam perdebatan mengenai posisi seni keramik dalam konstelasi seni rupa masa kini.
Bagi dirinya, keramik adalah medium yang menarik sekaligus menyulitkan. “Yang menarik di keramik kira-kira begini. Semua barang kalau dibakar akan rusak. Tapi ternyata, keramik membalikkannya, semua barang yang dibakar justru semakin kuat,” ungkap Widayanto. Hal ini, memang terkadang menjadi batu sandungan bagi mereka yang baru belajar keramik. Tingkat kesulitan yang tinggi untuk menguasai keramik kadang menjadikan seseorang berhenti mempelajari material ini. Padahal menurut pria dengan kumis tebal ini, tidak pernah menyerah adalah satu – satunya jalan untuk meraih kesuksesan sebagai keramikus.

Membicarakan F. Widayanto juga berarti berbicara tentang kemampuan manajemennya yang baik serta jiwa entrepreneurship yang selalu ia bagikan kepada setiap orang. Perjalanan karirnya sebagai seorang senimak keramik didukung pula dengan kondisi finansial yang baik, yang sebagian besar berasal dari bisnis keramiknya. Usai pameran perdananya di Erasmus Huis pada tahun 1987 yang bertajuk ‘Wadah Air’, Widayanto memutuskan untuk membuka sebuah studio di daerah Tapos, Bogor. Studio tersebut kemudian berkembang menjadi pusat produksi barang – barang fungsional miliknya. Kemampuan manajemen Widayanto yang baik membuat usaha itu semakin berkembang dengan membuka beberapa outlet serta Galeri pribadi di berbagai tempat, Tanah Baru (Depok), Setiabudi dan Panglima Polim (Jakarta). Hal inilah yang membuatnya berbeda dengan seniman – seniman (keramik) lainnya. Ia mampu mengembangkan diri di antara kecenderungan menciptakan keramik sebagai alat ekspresi diri serta keramik sebagai alat bantu kehidupan manusia. Kini, Ia bekerja sama dengan seniman dari Jepang Nikko Kobayashi untuk mengembangkan lini produk terbarunya yang berbahan dasar porselen.

JUDUL TAHUN PEMBUATAN
Tidak ada data