ivaa-online.org

Hari Budiono

Hari Budiono Lulus Sekolah Tinggi Seni Rupa “ASRI“ Yogyakarta tahun 1985. Ketika tahun 1982 Jakob Oetama mendirikan Bentara Budaya di Yogya, ia bersama Sindhunata, GM Sudarta, JB Kristanto, Hajar Satoto, Ardus M Sawega, dan Hermanu, menjadi pelaksana angkatan pertama. Oleh perusahaan, sempat diperbantukan menjadi Wartawan Majalah Bergambar Jakarta-Jakarta (1986-1989 dan 1993-1994), serta menjadi Redaktur Foto Bernas Yogyakarta (1990-1993). Menulis feature dan liputan budaya untuk media Tabloid Citra, Majalah Intisari, The Jakarta Post, dan Harian Kompas. Sekarang dia menjadi kurator pada Bentara Budaya, lembaga kebudayaan milik Kompas Gramedia.

Bersama Ong Harry Wahyu dan Hendro Suseno (alhamrhum), ia membantu Sindhunata, yang menggantikan Dick Hartoko, menerbitkan Majalah Basis dalam formatnya yang baru. Sampai sekarang ia menjadi redaktur artistik majalah kebudayaan dan intelektual yang sudah berumur lebih dari setengah abad itu. 
Ia sesekali membantu Bre Redana dalam mengisi, mencari, dan menghubungi perupa, untuk membuat ilustrasi cerpen di Kompas edisi Minggu. Ia juga menjadi Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Yogyakarta, bidang Seni Budaya.

Tahun 2015 bersama GM Sudarta, Hermanu, Ipong Purnama Sidhi, maupun Wiediantor mengadakan pameran bersama di Bentara Budaya Bali. Karya lukisanya yang berjudul “Susi Duyung” berhasil menyita perhatian banyak pengunjung galeri. Pada lukisan itu ia menampilkan sosok Menteri Kelautan Indonesia sebagai figur yang gagah perkasa. Ia menggambarkan Ibu Menteri menggenggam senjata yang tampaknya begitu modern dan canggih sedang tersenyum seakan penuh kemenangan.

Tahun 2019 menggelar pameran “Memedi Sawah” di Bentara Budaya Jakarta. Sejumlah 10 karya lukis karya instalasi dihadirkan sebagai refleksi yang mencoba merespon situasi terkini di negeri ini. Sawah adalah perumpamaan dari suatu ekosistem yang harus dijaga dari gangguan. Tetapi pada kenyataannya acapkali terlihat bahwa sang penjaga inilah yang sekarang menjadi pengganggu dalam suatu lingkungan. Karya instalasi yang bertajuk “Jangan Takut Memedi Sawah” terdiri dari 100 orang-orangan sawah yang memegang lukisan wajah tokoh yang sedang tertawa dan syair lagu Ibu Pertiwi. Ini dimaknai sebagai perlawanan terhadap teror yang dilakukan oleh para memedi sawah. Langkah ini boleh ditafsirkan sebagai upaya untuk meruwat kehidupan bersama, yang terus menerus terancam oleh memedi-sawah-masa-kini, yang bermunculan dari segala penjuru.‘Memedi Sawah’ ini selanjutnya dipamerkan juga di Bentara Budaya Bali, Bentara Budaya ‘Balai Soedjatmoko’ Solo dan juga Bentara Budaya Yogyakarta.

JUDUL TAHUN PEMBUATAN
Tidak ada data