ivaa-online.org

PERISTIWA SENI

Pameran Bienal Seni Rupa Yogyakarta 1999

Tanggal Penyelenggaraan : 08-18 Feb 1999@Purna Budaya Yogyakarta
Kategori Peristiwa : Biennale
Deskripsi :

Perhelatan seni rupa dua tahunan Yogyakarta ini menyebut dirinya Bienal setelah sebelumnya disebut Biennale Seni Lukis dan Biennale Seni Rupa. Pengadaan Bienal (selanjutnya dalam Online Archive tetap disebut Biennale) kali ini bermaksud untuk:

  • Menandai pergeseran waktu ke milenium ketiga
  • Merepresentasikan kecenderungan seni rupa kontemporer Yogyakarta
  • Menunjukkan dinamika perkembangan seni rupa kontemporer Yogyakarta dua tahun terakhir beserta pergeseran wacana yang terjadi
  • Menunjukkan fakta bahwa seni rupa tidak lagi dibatasi oleh media berkarya 

Beberapa narasumber yang diundang untuk membicarakan perhelatan ini adalah Anusapati, Nindityo Adipurnomo, Suwarno Wisetrotomo. Sementara yang menjadi kurator adalah Asmujo Jono Irianto dengan pernyataan kuratorialnya yang berjudul "Membaca Seni Rupa Kontemporer Yogyakarta Era 90-an". Pernyataan tersebut menunjukkan beberapa poin yaitu:

  • Perbincangan mengenai seni rupa kontemporer di Barat di satu sisi merupakan tarik-menarik antara wacana pos-modern, pos-kolonial, dan pos-historis; di sisi lain, bersumber pada wacana kekuatan, pengaruh, dan penerapan prinsip modernis yang sudah selesai
  • Banyak yang melihat berakhirnya modernisme merupakan kesempatan untuk memberdayakan dan merangkai kembali relasi antara seni dan masyarakat
  • Pada 90’an, praktek seni rupa di Indonesia menunjukkan semangat baru —walau tidak lepas dari Barat—; pluralisme dan isu (antara lain) sosial, politik, multikultur, jender, dan tradisi.
  • Keterlibatan seniman kontemporer Indonesia —diantaranya dari Yogyakarta— dalam ranah internasional mempengaruhi kecenderungan seni rupa kontemporer. Misalnya, karena adanya misi “seni rupa untuk memperkenalkan budaya lain”, maka karya-karya “beridentitas lokal” cenderung dipilih
  • Selain kancah internasional lebih tertarik pada karya-karya bermuatan politik, mereka juga lebih tertarik kepada karya instalasi. Hal ini menjelaskan sejumlah nama yang kemudian tampil di kancah internasional pada paruh pertama 90-an; seperti Dadang Christanto, Heri Dono, Nindityo Adipurnomo, dan Anussapati —mereka kerap mengangkat isu sosial, politik, dan tradisi dalam karya-karyanya
  • Pada paruh kedua 90-an, kancah internasional tidak lagi menjadi tujuan para perupa. Mereka cenderung berkarya dengan semangat yang tinggi. Dengan ini, peran arena lokal kembali menjadi penting. Karena hal ini jugalah seni lukis kembali populer, toh dengan lukisan mereka bisa berbicara apa saja
  • Seni rupa kontemporer Yogyakarta sifatnya plural —sekilas seperti di Barat
  • Kesadaran sosial-politik memang masih tinggi, namun pengaruh media massa dan budaya konsumsi menjadi isu yang juga menarik di paruh kedua ini
  • Menjelaskan bahwa Biennale adalah pameran seni rupa berkala (dua tahunan) yang mau tak mau tidak lepas dari konsep, bentuk, dan inklusi kuratornya; hal ini disebabkan oleh tidak adanya batasan tegas mengenai seni rupa kontemporer dan praksisnya
Karya Seni Terkait :
Pelaku Seni Terkait :