ivaa-online.org

PERISTIWA SENI

Wawancara dengan Enin Supriyanto

Tanggal Penyelenggaraan : 1 Mar 2002@IVAA
Kategori Peristiwa : Lain-lain
Deskripsi :

Enin Supriyanto mengamati kelahiran institusionalisasi yang berkembang dalam berbagai bentuk sejak tahun ’80-an, diantaranya yang paling utama: 1) kelahiran ruang-ruang galeri baru, 2) tumbuhnya jumlah kolektor lokal, dan 3) maraknya forum-forum pameran internasional. Masing-masing dari variabel tersebut memiliki problematika sendiri, bahkan dalam beberapa kasus membawa dampak ekstrim. Pada masa-masa ini pula jarang sekali seniman sampai pada tema-tema komentar sosial. Stigmatisasi karya-karya yang memuat tema politik dan pemerintahan Orde Baru yang represif membuat seniman tidak bisa terlalu banyak bergerak. 

Mengenai Abstrak Ekspresionis, Enin melihat bahwa masuknya gaya itu ke Indonesia mungkin saja bentuk eskapisme karena tidak dapat menyuarakan kritik-kritik secara lantang. Alih-alih sekadar melihatnya sebagai masuknya pengaruh modernisme dan gaya tertentu ke dalam dunia akademis Indonesia.

Fenomena menarik dalam seni, politik, dan kekuasaan adalah menguatnya kekuasaan Orde Baru dan berkembangnya tradisi akademis yang makin kuat. Institusi-institusi seni rupa dianggap sebagai satu-satunya jenis seni rupa modern yang sah untuk berkembang. Itu sebabnya pendobrakan GSRB dianggap menggegerkan baik dari pemikiran maupun karya. Namun jika dikaitkan dengan Lekra, GSRB menyadari bahwa ada otoritas penciptaan dalam modernisme. Tapi sikap steril modernisme itu sendiri ditolak. 

Enin melihat bahwa GSRB memberikan dasar pijakan isu dan praktek sebagai berikut: 1) membangun wacana baru yang membongkar sekat-sekat dalam seni—ada semacam puritanisme yang dihancurkan, 2) yang dianggap “seni rendah”, everyday object itu diinkorporasikan menjadi karya seni. Dengan begitu mereka melakukan intervensi terhadap ideologi yang selama ini digaungkan dan karya mereka tak bisa dijadikan dekorasi seperti praktek estetik pada zaman itu. Setelah GSRB, ada fenomena di akhir tahun ’70-an, yaitu munculnya diskusi. Seniman mulai menempatkan diri sebagai bagian dari dunia intelektual.

Enin juga membahas mengenai perbedaan kultur dan fondasi yang ada di ISI Yogyakarta dan ITB Bandung. Ada tradisi kultural Jawa yang mempengaruhi ISI dan menjadi inspirasi yang tidak habis diolah-olah. Selain itu, ISI menganggap kesinambungan tradisi penting, karena identitasnya erat dengan entitas pariwisata. Sementara ITB menganggap dirinya sebagai representasi atau wakil untuk mengejar ketinggalan dunia ketiga dengan lingkungan seni rupa yang dikelilingi teknologi.

Berbicara mengenai infrastruktur seni rupa, Enin melihat bahwa saat ini hanya ada kelanjutan dari booming, sementara lembaga-lembaga pemerintah kehilangan pamor. Ia melihat tidak ada persiapan ketika ada boom pasar. Malah cenderung melahirkan peniruan, karena tidak melakukan investasi. (PS)

Arsip audio wawancara ini dapat diakses dengan menghubungi arsiparis IVAA melalui email archive@ivaa-online.org

 

Karya Seni Terkait :
Pelaku Seni Terkait :

Koleksi Dokumen

Judul Dokumen Tahun Terbit