PERISTIWA SENI
Tanggal Penyelenggaraan | : |
9 Mar 1998@IVAA |
Kategori Peristiwa | : | Lain-lain |
Deskripsi | : |
Siti Adiyati memandang tidak ada perbedaan antara seni rupa modern dengan seni rupa kontemporer. Hal tersebut hanya terkait penggunaan istilah. Mengenai penamaan pameran modern atau pameran kontemporer terkait argumentasi masing-masing penyelenggara. Selanjutnya, Siti Adiati menyinggung kejadian pada Biennale yang berlangsung pada awal tahun 1970-an. Saat itu, Biennale dianggap sebagai tempat parade seni kontemporer Indonesia. Dewan juri waktu itu memutuskan bahwa pemenang lukisan memiliki gaya dekoratif. Sehingga tema kontemporer justru tidak terlihat. Seni dekoratif dianggap seni tradisi. Menurut Siti Adiyati, persoalan yang mencuat adalah selera juri dianggap semena-mena. Juri yang dianggap mengerti aspirasi seni Indonesia, justru tiba-tiba memilih karya yang di luar dugaan dan terasa tidak fair. Siti Adiyati menggarisbawahi beberapa hal penting dalam ide Gerakan Seni Rupa Baru, yaitu sebagai berikut; 1) GSRB memiliki pemikiran bahwa tidak boleh ada pengkotak-kotakan dalam kesenian; seperti seni kriya, seni patung, seni lukis, dan lain sebagainya. 2) Bahasa berkesenian tidak hanya yang dimengerti dalam bahasa dua dimensional, yaitu seni murni yang terdiri dari seni lukis dan seni patung. 3) Cara berbahasa kesenian jangan hanya dibatasi pada penggunaan barang-barang. Kreasi bukan hanya mengolah cat dan tanah liat. Bahan berlimpah, baik bahan jadi maupun belum jadi. Berbicara mengenai pameran, Siti Adiyati mengutarakan belum tentu pameran sebagai batu loncatan seniman. Kesenian merupakan pergulatan untuk hidup dan bukanlah profesi baginya. Terkait dengan panggung perguruan seni rupa, Siti Adiyati menegaskan bahwa mahasiswa diberi kebebasan dan harus mencari gayanya sendiri. Selain itu, teknis harus dikuasai secara baik dalam belajar seni rupa.
Menurut Siti Adiyati, kolektor memiliki peran positif dan negatif. Peran positif yang dimaksud, seniman bisa menghidupi diri karena karyanya laku. Sementara peran negatifnya, efek pasar bisa saja menimbulkan seniman menjadi linglung, bahkan berkarya hanya mencari uang, bukan untuk berkreasi berdasarkan pikiran dan ekspresi. Menyinggung permasalahan karya instalasi, happening art, dan performance art, Siti Adiyati berpendapat bahwa itu hanyalah proyek. Di Indonesia tidak ada orang yang berpikir betul tentang instalasi. Instalasi berkembang dari satu kultur tertentu yang melahirkan style atau gaya seni rupa kontemporer di Indonesia. (TS) Arsip audio wawancara ini dapat diakses dengan menghubungi arsiparis IVAA melalui email archive@ivaa-online.org |
Karya Seni Terkait | : | |
Pelaku Seni Terkait | : |
Judul Dokumen | Tahun Terbit |
---|