Apa itu seni rupa kontemporer? Dan apa itu seni rupa kontemporer Yogyakarta? Menurut Dwi Marianto, wacana seni rupa kontemporer berbeda dengan seni rupa modern. Keduanya menggunakan pendekatan ideologis yang berbeda. Seni rupa kontemporer tidak mengejar hal-hal yang berorientasi pada masa depan (progresif) dan tidak peduli dengan dogma modernitas yang mengeksklusi seni ritual dan seni tradisional. Meski demikian, dari segi medium atau material yang digunakan keduanya sulit dibedakan. 

Menurut Dwi, seni rupa kontemporer dapat dikenali lewat kecenderungan karyanya yang bersifat meledek, membuat parodi, mempermalukan, melecehkan, atau bahkan menyerang secara frontal satu lembaga tertentu. Kecenderungan itu bukan perihal baik dan buruk tetapi merupakan cara untuk melihat kondisi masyarakat dan diri sendiri. Karya seni kontemporer juga menyoroti isu-isu yang berkembang dan disampaikan lewat bahasa yang dipahami bersama. 

Oleh sebab itu, Dwi menyebut seni kontemporer akan selalu ada pada setiap zaman. Sebab selalu ada seniman yang ingin mengangkat isu yang berkembang dan menyampaikannya dengan bahasa sesuai jiwa zamannya. Sebab menurutnya, setiap zaman memiliki masalah dan jalan keluarnya sendiri.

Dwi mengatakan seni kontemporer di Yogyakarta cenderung menyoroti permasalahan sehari-hari menggunakan bahasa (visual) yang aktual. Misalnya bahasa plesetan yang subur di Yogyakarta. Bahasa seniman kontemporer tersebut memang dipengaruhi oleh apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya yang kemudian diterjemahkan menjadi idiom atau metafora untuk berekspresi. Kecenderungan untuk meledek dan menggugat kekuasaan juga terjadi pada seni kontemporer Yogyakarta. Namun, Dwi mengaku belum tahu sejauh mana dan seliar apa seniman kontemporer Yogyakarta akan menggunakan kecenderungan tersebut dalam karya-karya mereka. (RC)

Arsip audio wawancara ini dapat diakses dengan menghubungi arsiparis IVAA melalui email archive@ivaa-online.org

• M Dwi Marianto
• R Fadjri