Sumbangan Museum Universitas Pelita Harapan, Karawaci.

Disalin persis dari Kata Pengantar.

Pernah ada suatu masa, dekat diambang pintu kelahiran Republik Indonesia Merdeka, dimana kehidupan kesenian mendapat tempat dan penghargaan dalam masjarakat ramai kita, bukan karena ia ditentukan dalam usaha propaganda, melainkan djiwa dan pikiran ketika itu, bebas dan segar dapat menerimanja.

Pernah pula ada satu soal dalam revolusi kita dimana masa dan kehidupan itu, tampak dalam neratja menurun, bukan sebab sikap extreen dalam demokrasi salah pakai, bebas menolak dan bebas tak atjuh dalam segala, melainkan karena adanja keragu-raguan dalam lapang apa sadja. Djuga dalam kesenian sebagai salah satu rangkaian dalam kebudajaan kita.

Untuk memulihkan kembali dalam duduk kesenian jang sebenarnja, artinja, pentingnja dan gunanja bagi perkembangan masjarakat manusia dan negara, kesemuanja itu perlu ditindjau dan diperhatikan dengan menempuh perkembangan perkembangan baru, jang memberi kesempatan menindjau keluar, sedang dari luar sempat mendjenguk kita kedalam.

Ini harus mendjadi salah satu pegangan bagi penerangan terlukis jang mesti kita selenggarakan, bukan kesenian sebagai alat penerangan semata-mata, melainkan untuk kebebasan tumbuhnja suatu bangsa seperti bangsa kita ini. Dalam kata lain, kebudajaan kita (termasuk keseniannnja) mestilah kebudajaan jang hidup dalam alam dinamika, sesuai dengan tumbuhnja suatu bangsa ditengah-tengah pergolakan pengaruh, tahan udji menghadapi pengaruh-pengaruh itu, dimana letak sekeliling Indonesia pernah diliputi dengan getarannja.

"Brochure Kesenian" dalam kesederhanaannja ini hendaknja diartikan sebagai satu ichtiar untuk ikut memelihara kebudajaan Indonesia di tengah pengaruh-pengaruh itu.

Kementerian Penerangan Republik Indonesia, Roeslan Abdulgani, Sekretaris Djenderal.

Ibukota Republik Indonesia Achir Tahun 1949.