"Iya, ya. Iya, sudah di ISI tahun ’84. Jadi, ehm... sebelum ’92 ada tahun ’90. Ada Biennale tahun ’90 yang itu sudah punya apa... kedekatan ke mahasiswa ya jelas ya. Aku salah satu mahasiswa yang punya asumsi kuat bahwa Biennale adalah event yang sangat prestigious, sangat diinginkan oleh seniman bisa masuk ke situ. Nah, ketika ’92 itu juga tetap eh... mencoba untuk mengaplikasi ya. Aku juga salah satu yang mengaplikasi karena sebelumnya waktu itu kan ada FKY, tapi FKY juga masih... anggapannya masih tetap kuat di bawahnya lah. Jelas ya. Nah, tetapi kemudian ketika akan mengaplikasi juga ada aturan main bahwa pelukis kan waktu itu dibatasi maksimal satu meter persegi, kalau nggak salah ya, atau 1,5 meter persegi. Jadi, itu kemudian memancing banyak reaksi dari teman-teman seniman dan... "

(Cuplikan Wawancara dengan Kuss Indarto oleh Grace Samboh, terkait penelitian Sigit Pius Kuncoro dan Grace Samboh dalam projek IVAA Archive Retro: Biennale III Jogja & Binal Experimental Art 1992: Penggalian Kembali Sebuah Penanda Zaman)