PERISTIWA SENI
Tanggal Penyelenggaraan | : |
19 Jul 2017@Galeri Lorong |
Kategori Peristiwa | : | Diskusi |
Deskripsi | : |
Arham mengawali diskusi dengan membahas tentang fenomena internasionalisme seni yang mulai masif pada era 90-an. Fenomena tersebut ditandai dengan munculnya biennale perlawanan yang berdasarkan pada kajian Aliansi Selatan-Selatan atau perhelatan-perhelatan seni tandingan di luar perhelatan arus utama. Lewat perhelatan tersebut, negara-negara di wilayah periferi berusaha mendefinisikan diri mereka yang berbeda dari Barat. Tanda lain yang disebut Arham adalah menjamurnya perhelatan biennale skala internasional. Adelina mengatakan, fenomena internasionalisme seni ini merupakan salah satu proses desentralisasi seni yang berusaha menggoyahkan dan menggantikan kanon-kanon Barat. Menurutnya, internasionalisme seni terjadi dalam beberapa gelombang. Dimulai dari Venice Biennale hingga Sao Paulo Biennale yang bekerja dengan sistem paviliun nasional yang mengategorikan negara-negara peserta hingga periode discursive turn yang tidak lagi fokus pada karya seni, tetapi pada wacana yang dibawa oleh karya seni tersebut. Dalam prosesnya, muncul biennale of resistance yang mulai membuat afiliasi geopolitik, salah satunya global south (selatan global) yang kini menjadi Afiliasi Selatan-Selatan. Selatan bukan dimaknai sebagai batas geografis tetapi spirit negara-negara yang memiliki pengalaman kolonialisme dan berusaha melakukan counter hegemony atas wacana Barat sebagai pusat. Adelina lalu membandingkannya apa yang terjadi dengan Biennale Jogja yang mulai mengangkat isu Koalisi Selatan pada seri Equator. Namun, ia menemukan bahwa Biennale Jogja tidak membawa isu resistensi yang sama dengan kasus di wilayah lainnya. Biennale Jogja lebih menekankan pada dialog dan perjumpaan antara negara-negara Selatan. Meski demikian, berdasarkan risetnya, Adelina menyebut Biennale Jogja belum sampai pada dialog antara Selatan-Selatan, tetapi lebih kepada perjumpaan. Sebab, belum ada pertukaran wacana aktif yang terjadi antara negara-negara yang turut serta dalam Biennale Jogja seri Equator. Bahkan ada kritik terhadap Biennale Jogja seri Equator yang dianggap mengeksklusi publik, alih-alih merangkul publik dalam wacana Koalisi Selatan-Selatan
Menanggapi pemaparan Adelina, Hasan menekankan bahwa peta Selatan-Utara tidak lagi relevan. Pembagian peta yang terjadi karena proses kolonialisme itu hanya sebatas fiksional saja. Peta Selatan-Utara lebih merupakan peta gagasan. Maka, sudah seharusnya kita mempertanyakan hadirnya batas-batas itu dan mulai menggeser percakapan dan melepaskan imaji akan pusat. Negara-negara Selatan atau yang berada di luar pusat seharusnya tidak lagi mengonsumsi pemikiran Barat, tetapi mempelajarinya untuk dapat mengembangkan wacana tanpa mengekor standar tertentu. (RC) Arsip video diskusi ini dapat diakses dengan menghubungi arsiparis IVAA melalui email archive@ivaa-online.org |
Karya Seni Terkait | : | |
Pelaku Seni Terkait | : |
Judul Dokumen | Tahun Terbit |
---|---|
Dokumentasi Video Craftmantalk #2: Internasionalisme Seni
Rekaman Video |
2017 |