PERISTIWA SENI
Tanggal Penyelenggaraan | : |
20 May 2016@Ark Galerie |
Kategori Peristiwa | : | Diskusi |
Deskripsi | : |
Alia mengawali diskusi dengan membandingkan aktivisme sebelum Orde Baru runtuh dan pascareformasi. Sebelum reformasi, aktivis mudah bersatu karena mempunyai musuh bersama dan isu yang diperjuangkan bersama. Dalam dunia seni rupa, karya-karya seniman masa itu pun banyak membicarakan tentang politik dan mengkritisi pemerintah. Namun pascareformasi, dunia seni rupa maupun aktivisme menjadi gamang, tidak tahu harus membicarakan apa, karena kehilangan musuh bersama. Pers kampus yang dahulu menjadi media alternatif untuk mengangkat wacana yang sensitif kini lebih banyak membicarakan tentang isu internal kampus. Hal itu juga terlihat dalam karya seni. Pada era 2000-an, masih banyak seniman yang berbicara isu anti-militerisme. Namun sejak tahun 2005, karya-karya mereka lebih universal, tidak spesifik membicarakan isu Indonesia. Kini aktivisme hanya sekadar gerakan daring, istilahnya click activism, orang merasa sudah menjadi aktivis dengan menyebarkan atau turut berkomentar tentang satu isu bersama. Mereka hanya reaksioner atas suatu isu tertentu kemudian hilang. Di sisi lain, banyak seniman mulai kembali melirik komunitas. Mereka berusaha menciptakan gerakan sosial baru yang kemudian diberi label sebagai seni partisipatoris atau seni terlibat demi mendapatkan funding dari LSM. |
Karya Seni Terkait | : | |
Pelaku Seni Terkait | : |
Judul Dokumen | Tahun Terbit |
---|---|
Rekaman Video Seni Aktivisme Pasca-98
Rekaman Video |
2016 |