Galam Zulkifli lahir pada 14 Januari 1971 di Sumbawa, NTB. Galam sempat menjalani pendidikan seni di IKIP Yogyakarta pada tahun 1989, namun tidak diselesaikannya. Ilmu seninya kemudian lebih banyak diperoleh dengan cara otodidak. Di tahun 1995, karya Galam untuk pertama kali dipamerkan dalam sebuah pameran bersama di Tanjung Priok, Jakarta. Setelah itu, karya Galam mulai sering berpartisipasi dalam berbagai pameran bersama. Galam juga telah beberapa kali mengadakan pameran tunggal, antara lain pada: "IX Taman Seni" di Gelaran Budaya, Yogyakarta (2000); Mempertimbangkan Perjanjian" di Nadi Gallery, Jakarta (2001); "Potret" di Edwin Gallery, Jakarta (2005); "Herstory" di Gallery Mondecor, Jakarta (2006); "Camouflage", Bika Gallery, Jakarta (2007); dan "Indonesia Menggugat" - berkolaborasi dengan Eddy Susanto, di Gedung Kesenian Jakarta (2010). Galam juga telah menerima beberapa penghargaan, antara lain: Finalis ASEAN Art Awards (1998), Finalis AN Art Awards (2003) dan The Best Five Indonesia Art Awards - Philip Morris Award (2004-1999).
Di tahun 1999, Galam mendirikan komunitas seni bernama "Gelaran Budaya" bersama dengan beberapa seniman lain. Komunitas tersebut adalah komunitas terbuka yang menghormati perbedaan dan mencita-citakan rekonsiliasi kebudayaan. Beberapa seniman yang terlibat dalam pendirian tersebut antara lain: Alpha Tejo Purnomo, Alit Sembodo, Didik Nurhadi, Dipo Andy, Nugro Wantoro, Rain Rosidi, Taufik Rahzen, dan Yayat Surya. Di tahun 2009, komunitas tersebut menerbitkan buku berjudul "Gelaran Almanal Senirupa Jogja 1999-2009".
Dalam berkarya, Galam memiliki proses dan konsep sendiri. Karyanya terdiri atas tiga tema utama: kelahiran, perkawinan, dan kematian. Kemudian dari ketiga tema tersebut, dikembangkan dalam 33 seri, dan tiap seri terdiri dari 33 karya. Beberapa seri tersebut antara lain adalah seri mesin, seri ilusi, seri magic, seri pencitraan, dan seri iluminasi. Berbagai seri tersebut kebanyakan menggunakan wajah sebagai obyek utama. Eksplorasi yang dilakukan Galam lebih terfokus pada sisi teknis pengerjaan. Menurut Rain Rosidi, kurator "Mempertimbangkan Perjanjian", karya yang dihasilkan Galam seolah-olah merupakan gambaran dari memori Galam terhadap sesuatu. Dalam pameran tersebut, Galam menunjukan karyanya dalam "seri tanda-tanda", dalam hal ini merupakan reintrepetasi terhadap teks dalam Kitab Perjanjian Lama. Galam kemudian dianggap mengangkat teks tersebut dalam konteks masa sekarang. Dengan begitu, Galam dapat menyampaikan pesan yang ada melalui tanda-tanda, yang tidak hanya dipahami dalam konteks ruang dan waktu.
(profil ini ditulis pada November 2016)
sumber:
https://rustikaherlambang.com/2010/09/04/galam-zulkifli-2/
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160813_indonesia_lukisan_aidit
https://tirto.id/display-lukisan-galam-zulkifli-tidak-utuh-bGHf
http://arsip.galeri-nasional.or.id/pelaku_seni/galam-zulkifli/show
http://www.penebar.com/2012/04/daftar-komunitas-seni-lukis-yogyakarta.html