Edhi Sunarso lahir pada 2 Juli 1932, di Salatiga, Jawa Tengah, dan meninggal pada 4 Januari 2016. Edhi menyelesaikan pendidikan seni di ASRI (sekarang ISI) pada tahun 1955 dan lulus dari Kelabhawa Visva Bharati University Santiniketan pada tahun 1957. Sejak tahun 50an, karya Edhi telah dipamerkan dalam berbagai pameran, antara lain: Pameran Tunggal di Santiniketan India (1956), Pameran Tunggal dan Pameran Nasional ALL India di India (1957), pameran bersama istri di Yogyakarta (1959), dan pameran bersama But Mohtar, G.Sidharta, dan Rita Widagdo (1987).
Selain sebagai seniman, Edhi juga aktif di bidang pendidikan. Edhi menjadi salah satu pengajar di Akademi Kesenian Surakarta pada tahun 1958-1959. Kemudian di tahun 1959-1967, Edhi menjadi Ketua Jurusan Seni Patung di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) ASRI Yogyakarta. Edhi juga menjadi tenaga pengajar di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Negeri (IKIP) Yogyakarta pada tahun 1967-1981. Di tahun 1968-1984, Edhi menjadi tenaga pengajar merangkap asisten Ketua Bidang Akademik STSRI/ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta. Kemudian di tahun 1985-1990, Edhi sebagai pengajar sekaligus Sekretaris Senat di ISI Yogyakarta.
Edhi telah beberapa kali menerima penghargaan, antara lain pada Lomba Seni Patung Internasional, di Inggris (1953); mendapat Medali emas sebagai Karya Seni Patung Terbaik, di India (1956-1957); Piagam seni (1984); Piagam seni untuk karya monumental, Jogjakarta (1996); Bintang Budaya Parama Dharma, (2003); dan Empu Ageng Seni Patung oleh ISI Yogyakarta (2010).
Menurut Asikin Hasan, kurator dalam pameran tunggal Edhi “Monumen” (Jakarta, 2010), walaupun bentuk dan gaya yang digunakannya berubah, Edhi memiliki keyakinan bahwa pengetahuan dan pemahaman bentuk realis adalah hal penting bagi seorang pematung. Pengembangan seni patung Edhi dinilai bergerak ke dua bagian. Di satu bagian Edhi menaruh perhatian pada kekuatan ekspresi dan karakter. Media yang dipakai pada bagian ini adalah batu andesit dengan teknik pahat dan pembentukan dari tanah liat yang kemudian dicetak dengan perunggu atau material lainnya. Di sisi lain, Edhi membuat patung-patung figur. Karya semacam ini dibentuk dari model tanah liat atau lilin, kemudian dicetak dengan serat gelas, perunggu, dan lainnya. Pada jenis karya ini ini, Edhi tidak hanya menekankan ekspresi, melainkan juga pada gesture. Hal tersebut dapat ditemui dalam karyanya yang dinilai monumental, seperti pada “Monumen Selamat Datang” (Jakarta), “Monumen Dirgantara” (Jakarta) , dan “Monumen Pembebasan Irian Barat” (Jakarta).
(profil ini ditulis Agustus, 2016)
http://www.penebar.com/2011/12/edhi-sunarso.html
http://archive.ivaa-online.org/files/uploads/texts/katalog_pameran_edhi_sunarso.pdf