Tanggal Publikasi | : | Februari 2006 |
Deskripsi | : |
Mandala Baru di Kota Lama Mandala lokasi secara unik sudah lama dikenal manusia, namun konsep alamat atau address sebagaimana kota kenal sampai sekarang itu bermula dan berkembang dari proyek modernitas katersian. Merekalah yang punya gagasan bahwa lokasi sesuatu dalam ruang harus ditandai secara unik dalam sistem koordinat kartesian yang 'netral'. Konsekuensinya, tiap jalan harus dipenggal-penggal dan masing-masing penggalan harus dikerat-kerat lagi di kiri-kanannya menjadi kapling-kapling bernomor urut. Dari peta Yogyakarta tahun 1925 kita masih bisa menjumpai banyak nama jalan dan daerah yang diberikan masyarakat setempat masih belum berubah. Beda halnya dengan kota-kota yang berada dalam administrasi kolonial Surabaya, Malang, Bandung, Jakarta - misalnya umumnya memang kota Yogyakarta dan Surakarta sebagai daerah varstenlanden terbebas dari intervensi pemerintah Kolonial dalam memberi nama suatu tempat. Sehingga bisa dipahani bila di kedua tempat itu masih dikenali cara-cara pramodern dalam memberi nama suatu daerah. (Cuplikan paragraf pertama tulisan Mahatmanto berjudul "Pahlawan di Jalan-Jalan" yang dimuat pada Surat Yayasan Cemeti Volume 25) |
Pelaku Seni Terkait | : | Mahatmanto |
Karya Seni Terkait | : | |
Peristiwa Terkait | : |