Tanggal Publikasi | : | 29 November 2020 |
Deskripsi | : |
Suasana sekitar kampung yang mulanya dingin sehabis diguyur hujan, menjadi hangat karena teriknya lampu sorot dan warga yang mulai berduyun-duyun kumpul di sebuah rumah. Mereka saling berbincang tentang kenangan di setiap dindingnya yang lebih tua dari usia para penghuni kampung itu. Adalah Dipowinatan, sebuah kampung di tengah kota Yogyakarta yang padat. Kehidupan warganya yang dinamis menggulung kisah-kisah dengan cepat dan menggantinya dengan kisah yang baru. Paling tidak, itulah yang tersingkap dari gerakan-gerakan yang khusyuk dimainkan oleh Kinanti Sekar Rahina. Rumah dan kampung itu menjadi situs penting bagi kehidupan perempuan kelahiran 26 Juli 1989 ini. Sebab itulah, tarian Sekar seolah berdialog dengan setiap ruang dan dinding yang ada di rumah itu. Walaupun terlihat lapuk tak berpenghuni dan nyaris roboh, rumah itu memiliki nilai mendalam bagi penari Sekar. Dalam tariannya, Sekar seperti mengalami sebuah pertemuan dengan dirinya di masa lalu, di mana rumah tersebut menyimpan serpihan kenangan masa kecil putri dari pasangan Jemek Supardi dan Threeda Maiyaranti ini. Sekar tak sendiri. Suwarno Wisetrotomo juga menyimpan kenangan yang tak biasa atas rumah yang nyaris roboh dan tak berpenghuni itu. Kurang lebih selama 10 tahun, dia pernah tinggal di situ dan berdinamika dengan warga kampung Dipowinatan. Kenangan-kenangannya kembali diceritakan dalam kata-kata, beriringan dengan tarian Sekar. Sekar dan Suwarno mengajak kita semua untuk senantiasa memaknai kembali perjalanan hidup. Ketika rumah sebagai situs penting ingatan personal dan kolektif, menjadi sesuatu yang memanggil untuk dimaknai terus-menerus. Ketika rumah di sebuah kampung tak lagi menjadi medan keluarga kecil, tapi membentuk dinamika kota yang ganas. |
Pelaku Seni Terkait | : | Suwarno Wisetrotomo |
Karya Seni Terkait | : | |
Peristiwa Terkait | : |