Tanggal Publikasi | : | Februari 2005 |
Deskripsi | : |
Patung-patung atau lukisan-lukisan Budi memang tak dihasratkan memenuhi artinya secara penuh. Sebaliknya, karya-karya itu hadir dalam ‘ketidak-menyeluruhan’nya; berlaku sebagai suatu ‘text’ (bacaan). Ini tentu bukan soal keraguan, atau memilih menjadi ragu-ragu; masalahnya adalah soal merayakan cara penundaan makna untuk alasan proses penghayatan. Dalam hal ini, adalah juga masalah daya kreativitas (kita); tak hanya untuk merasa bebas, tapi juga menjadikan diri jadi mawas. Sampai di sini, saya teringat apa yang dikatakan Goenawan Mohamad: “ . . . ketika kita membaca sebuah teks dan mengakui integritas teks itu, tetapi sementara itu juga membubuhkan suatu suplemen ke sana, dan itu berarti kita menciptakan suatu dialog –yakni dialog yang merupakan suatu kelanjutan kreativitas”. (Dikutip dari pengantar Kuratorial oleh Rizki A. Zaelani) |
Pelaku Seni Terkait | : | Budi Kustarto , Rizki A Zaelani |
Karya Seni Terkait | : | Between, Ada / Lah !!!, Bertanggung Jawab, Depan / Belakang, Gelayut, Jangan, Lebih Dalam, Memakan / Makan, Menggigit / Gigit, Menundukkan, Meregangkan, Rahasia Kebodohan #1, Rahasia Kebodohan #2, Risau, Selamanya Malam Minggu, Semoga, Sesuatu di Atas, Sulitnya, Tegangan, Tenangnya Kegundahan, Terbalik, Terlalu Jauh, Untuk, For Sale, Kekerasan, Membaca Manusia, Mengikat, Powerless, Sss...Sss... Diamlah ... |
Peristiwa Terkait | : | Pameran Tunggal Budi Kustarto "Hetero : Green" |