Jadul Maula adalah budayawan yang lahir dari kultur pesantren. Pernah kuliah di IAIN Sunan Kalijaga, Fakultas Adab, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Ia adalah salah seorang pendiri Lembaga Kajian Islam (LKiS) Yogyakarta. Mas Jadul, demikian panggilan akrabnya adalah pengasuh sekaligus pendiri sebuah pesantren unik di pinggir Sungai Opak, yang kemudian diberi nama Pesantren Kaliopak. Lokasitepatnya berada di Dusun Klenggotan, Kecamatan Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Ia selalu mengidentifikasikan pondoknya sebagai pesantren seni dan budaya. Hal tersebut ditegaskan dengan banyaknya pameran dan juga pertunjukan pertunjukan seni di pesantren ini. Tak heran jika kemudian pesantren ini oleh banyak orang lebih kerap diasumsikan sebagai entitas rumah komunitas seni atau galeri pameran alih-alih pesantren. Ia kerap memprakarsai penyelenggaraan acara seni, pembacaan puisi, pameran, pelatihan menulis, sampai diskusi film di pesantren yang ia pimpin ini. Kurikulum yang terapkan berbeda dengan kurikulum yang kebanyakan dilakukan di pesantren-pesantren lainnya. Di Pondok Kaliopak, pengajiannya membahas tema-tema yang bukan melulu murni soal keislaman, melainkan juga tentang sastra, sosial, budaya, dan sesekali tentang dunia pergerakan, walau tentu saja pembahasannya masih beririsan dengan Islam.
Berdirinya Pesantren Kaliopak ini berbeda dari kebanyakan pesantren lain dan kebetulan lokasi berdirinya memang bukan lokasi sembarangan. Tak jauh dari lokasi pesantren, ada petilasan Sunan Kalijaga. Selain itu, ada makam Sunan Geseng dan Kiai Jagatamu, di mana keduanya adalah murid Sunan Kalijaga. Kedekatan daerah tersebut dengan sosok Sunan Kalijaga menurut Kiai Jadul menjadi semacam inspirasi bagi dirinya dan kawan-kawan untuk bisa ikut meneruskan visi Sunan Kalijaga menyebarkan ilmu agama utamanya lewat mediaseni dari mulai pembacaan puisi, diskusi film, wayangan, sampai pertunjukkan gamelan yang semakin rutin. Sebagai sebuah pondok seni, Pondok Kaliopak berkali-kali dikunjungi oleh para kiai “seniman”, sampai budayawan, dari mulai Gus Mus (KH. Mustofa Bisri), D. Zamawi Imron, Ahmad Tohari, dan tokoh-tokoh ternama lainnya, tak terkecuali juga dari kalangan non-muslim. Kunjungan tokoh-tokoh tersebut secara tidak langsung ikut menebalkan reputasi Pesantren Kaliopak sebagai pesantren seni. Banyak seniman yang kemudian menawarkan diri untuk menyelenggarakan acara di Kaliopak.